Jeparahariini.com – Sewaktu memperkenalkan diri, gadis cantik dan masih hijau ini tidak lagi bertingkah canggung. Padahal masih muda. Sangat muda, malah wajahnya polos, cukup imut, dan dihias make up tipis-tipis (atau mungkin tidak ber-make up sama sekali).
“Kebetulan belum diterima di STAN. Jadi menunggu tahun depan untuk nyoba lagi. Tapi masih tetep pingin menekuni hobi ini meski sudah jadi mahasiswa,” katanya.
Sebenarnya tidak ada yang janggal dari petikan ini. Lebih tepatnya tidak ada yang janggal dari menekuni sebuah hobi. Akan tetapi yang akan saya bicarakan tidak dalam perkara sewajar ini.
Perempuan, saya kira, memiliki perhatian yang pendek pada hobi yang berbau maskulin. Lumrahnya kegemaran kaum hawa memang seputar keperempuanan. Ternyata hal ini tidak berlaku seluruhnya. Jika sekadar “suka” pada hobi maskulinis, barangkali ada dan banyak. Namun jika terjun langsung sebagai subyek hobi, memang cukup janggal.

Ketika generasi milenial dan generasi Z lebih menyukai hobi yang gembira dan positif, Chella justru menekuni hobi yang menantang dan sarat bahaya: balap motor.
Bukan hanya itu saja, ternyata gadis belia yang tak malu-malu menuruti hobinya ini berasal dari Jepara, kabupaten yang sama dengan saya. (Siapa yang tak bungah jika punya tetangga seperti ini?)
Nama Chella memang kurang sering menjadi pemberitaan, karena kerap berpindah-pindah domisili dan dalam pertandingan sering mewakili klub yang tidak tunggal. DUlu pernah tinggal bersama dengan orang tua dan kakeknya di Pengkol. Namun gadis yang kini tinggal di Purwodadi Grobogan patut menjadi kebanggaan lain adalah kedudukan pertama, kedua, dan ketiga dari lomba/pertandingan kerap direbut Chella, kendati dia adalah rider perempuan sendiri di tengah peserta mayor yang diisi penuh oleh kaum Adam.

“DNA janggal” ini sebenarnya bukan hal baru di Jepara. Kabupaten tertua nomor tiga se-Jawa ini pernah memiliki kejanggalan yang serupa sejak dahulu kala. Paling tidak, yang sering menjadi ingatan orang adalah kehadiran pemimpin Jepara yang juga perempuan. Tidak hanya memimpin, bahkan melabrak Portugis hingga sampai dikejar ke Melaka. Saya kira Chella hanya meneruskan tradisi “kejanggalan” ini, bahwa hobi adalah hobi, meskipun bersifat maskulin ternyata mampu dijuarai oleh seorang perempuan.
Ketika generasi milenial dan generasi Z lebih menghabiskan banyak dana untuk layanan wisata dibandingkan kelompok usia lain selama setahun ke depan, nampaknya Chelle akan menghabiskan tabungannya untuk merawat kendaraannya agar siap diajak balapan.
Chella beruntung memiliki orang tua yang penurut. Saking penurutnya, segala kebutuhan balap si anak ini tidak kurang suatu apa. Meski harus diakui serba kekurangan dan kembang-kempis memenuhi motor rewel yang menelan kocek lumayan dalam, nampaknya hal itu sudah tidak lagi soal.
Terimakasih, Chella, atas prestasi yang membanggakan ini.
(Kiriman dari Rumail Abbas)