Meski saat ini valume sampah di Jepara belum menjadi permasalahan serius, ke depan, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota, permasalahan sampah tidak dapat dihindari. Selain bertambahnya volume sampah, daya dukung tiga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di Jepara semakin berkurang sehingga memerlukan TPA-TPA baru. Menyadari kondisi ini, Pemkab Jepara telah menjajaki kerjasama pembangunan Bio Kilang dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Bio Kilang adalah instalasi pengolah sampah menjadi etanol.
Untuk menjajagi kemungkinan kerjasama tersebut, Wakil Bupati Jepara Subroto dan Ketua DPRD Jepara Dian Kristiandi didampingi pejabat terkait, Senin (25/8) melakukan kunjungan ke kampus ITS Surabaya. Rombongan diterima Purek IV Bidang Penelitian, Kerjasama dan Inovasi Prof. Darminto. Sedang paparan dilakukan oleh pakar pengelolaan sampah Prof. Wahyono Hadi.
Dalam sambutannya, Purek IV Prof. Darminto mengungkapkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi sangat dibutuhkan sebagai upaya aplikasi hasil penelitian yang dilakukan PT oleh masyarakat. “Ini menunjukkan link and match antara perguruan tinggi dengan pemerintah daerah. Kami kuat di bidang penelitian sedang daerah yang memiliki anggaran untuk menerapkan hasil-hasil penelitian”, kata Darminto. Ditambahkan, selain bermanfaat bagi pemerintah daerah, kerjasama dengan PT juga menjadi sarana pembelajaran mahasiswa dan menambah pengalaman PT.
Bio Kilang
Dalam paparannya, pakar pengelolaan sampah ITS, Prof. Wahyono Hadi mengatakan bahwa hingga kini belum ditemukan dan diterapkan teknologi pengolahan sampah yang tepat , efektif, efisien, ramah lingkungan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Karena itu, terobosan baru teknologi pengolahan sampah organik menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi, seperti etanol sangat dibutuhkan. Hanya saja pihaknya mengaku sampai sekarang belum ada pemerintah daerah yang mau menerapkan hasil penelitian ITS ini. “Sebenarnya banyak investor yang tertarik memanfaatkan peluang ini, hanya saja mereka terkendala kepastian hukum hak olah sampah selama masa konsesi’, kata Wahyono Hadi.
Menurut Wahyono, bio kilang memiliki banyak keunggulan seperti mampu menghasilkan produk yang bernilai ekonomi tinggi, tidak perlu membangun TPA baru (landfill) karena industri pengolahan bisa dibangun di TPA yang sudah ada, modal hanya sedikit karena yang dibutuhkan hanya trasportasi dari TPS ke industri pengolahan.
Untuk membangun Bio Kilang skala 60 ton sampah per hari dengan produksi 4 ribu liter etanol per hari dibutuhkan dana pembangunan kilang sekitar Rp. 12 milyar dan modal kerja Rp. 1,2 milyar per 6 bulan. Dengan asumsi harga etanol di pasaran dunia Rp. 6 ribu maka hasil penjualan per hari berkisar Rp. 23,7 juta atau Rp. 629 juta per bulan. Sedang hasil berupa plastik berkisar Rp. 54 juta per bulan. Sehingga pendapatan kotor per bulan Rp. 683,9 juta dan pendapatan bersih Rp. 468,4 juta.
Mengingat produksi sampah di Jepara tidak ada 60 ton per hari, Wakil Bupati Subroto meminta agar ITS melakukan penelitian ulang untuk volume sampah di bawah nilai keekonomian 60 ton per hari. Untuk itu, dalam waktu dekan tim ITS Surabaya akan melakukan kunjungan ke Jepara untuk mengetahui kondisi riil yang ada.