
JEPARA – Angka partisipasi pemilih dalam pemilu 2019 melampaui target nasional. Bahkan dibanding pemilu 2014, angka partisipasinya lebih tinggi. KPU berharap, partisipasi dalam proses demokrasi ini tidak hanya berhenti pada saat pemungutan suara yang berlangsung 17 April lalu, namun bisa terus berlanjut dalam partisipasi bentuk lain untuk mewarnai demokrasi secara sehat dan positif.
Hal itu dikemukakan Komisioner KPU Jepara Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia Muhammadun, Senin (6/5). Angka partisipasi itu diketahui usai rapat pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara pemilu 2019, Sabtu (4/5) malam lalu.
“Secara nasional, target partisipasi pemilih pada pemilu 2019 adalah 77,5 persen. Di Jepara, untuk lima jenis pemilihan umum, angka persentasenya melebihi target nasional tersebut,” kata Muhammadun.
Untuk pemilu presiden dan wakil presiden (PPWP), angka partisipasi pemilih 83 persen. Pada PPWP, surat suara sah sebanyak 674.280, dan suara tak sah 22.540. Sedangkan daftar pemilih tetap (DPT) di kabupaten Jepara 879.490. Sementara itu untuk permilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) partisipasinya 82,94 persen, DPR RI (82,90 persen), DPRD provinsi (82,91 persen).
Sementara itu untuk pemilihan DPRD Kabupaten Jepara, dari lima daerah pemilihan (dapil), persentase partisipasi berbeda-beda, namun semuanya di atas 80 persen. Di dapil 1 (meliputi Kecamatan Jepara, Karimunjawa, Tahunan, dan Kedung), partisipasinya 83,60 persen. Di dapil 2 (Mlonggo, Bangsri, dan Pakisaji) partisipasinya 82,92 persen, dapil 3 (Kembang, Keling, dan Donorojo) partisipasinya80,86 persen, dan dapil 4 (Mayong, Welahan, dan Nalumsari) di angka 81,34 persen. Partisipasi tertinggi di dapil 5 (Kecamatan Pecangaan, Kalinyamatan, dan Batealit), yaitu 85,34 persen.
Angka partisipasi pemilih pada pemilu 2019 ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada pemilu 2014. Pada pemilu 2014, partisipasi pemilih pada pemilu lagislatif 79,9 persern, sedangkan pada pilpres 73 persen. Perbedaannya, pemilu 2019 ini berlangsung serentak, menggabungkan lima jenis pemilihan dalam satu waktu.
Kesadaran Masyarakat Muhammadun menjelaskan, angka partisipasi itu bisa dipengaruhi banyak hal. “Tentu saja ada banyak faktor yang mempengaruhi dan ini membutuhkan riset secara akademis. Namun dari sisi pernyelenggara pemilu, sosialisasi ke masyarakat sudah dilakukan sejak tahapan pemilu 2019 ini berlangsung, sampai dengan menjelang pemungutan suara,” ujar Muhammadun.
KPU, kata dia, memiliki banyak program sosialisasi ke 11 basis masyarakat yang juga dibantu sebanyak 50 sukarelawan demokrasi yang direkrut KPU tiga bulan sebelum pemungutan suara. Selain itu juga daya dukung sosialisasi dari berbagai elemen masyarakat, beragam komunitas, pemerintah kabupaten, juga berbagai instansi. Termasuk yang paling dekat dengan basis masyarakat yaitu Panitia Pemungutan Suara (PPS) bersama pemerintah desa dan kelurahan dengan didampingi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan pemerintah kecamatan, sampai ke tingkat RT/RW.
“KPU melakukan stimulasi-stimulasi sosialisasi ke beragam basis masyarakat. Masyarakat secara mandiri juga melakukannya, termasuk dari peserta pemilu. Lembaga lain seperti Bawaslu melalui Panwaslu kecamatan, dan Panitia Pengawas Desa juga melakukannya. Partisipasi pemilih ini juga muncul dari kesadaran pemilih itu sendiri. Misalnya sampai dengan pemilu 2014 belum mencoblos, namun karena kesadaran atau pertimbangan tertentu, di pemilu 2019 ini menggunakan hak suaranya. Bisa jadi, kan. Ada banyak faktor. Tapi secara pasti, ini bisa menjadi objek penelitian, agar secara akademis-metodologis bisa dipertanggungjawabkan” lanjut dia.
Ia menambahkan, masyarakat bisa terus mengawal hasil pemilu 2019 di Jepara ini sampai pada tahap-tahap berikutnya.
“Partisipasi itu kan tidak hanya berhenti dengan memberikan suara di TPS. Sesudah itu, partisipasi masyarakat bisa terus diaktivasi, termasuk dalam kontrol jalannya pemerintahan, serta mengawal program-program kerja yang selama kampanye sudah ditawarkan para calon terpilih. Saya rasa ini juga sangat penting agar proses demokrasi ini tidak berhenti di gawe pemilu dan soal angka-angka, namun substansi demokrasinya harus disentuh bersama-sama agar memiliki dampak positif ke masyarakat,” jelas Muhammadun.