JEPARA – Sejak pandemi covid-19, Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Jepara kekurangan tenaga untuk menangani virus ini. Untuk itu, DKK merekrut dua relawan di masing-masing kecamatan. Namun, kehadiran mereka tak selamanya diterima baik oleh warga. Tak jarang mereka mengalami penolakan.
Dua relawan bernama Kartika Rahma dan Aulia Kholwatul mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Yaitu baju hazmat, masker dan facesheild. Tak lupa, mereka juga selalu membawa hand sanitizer.
Kartika dan Aulia adalah relawan tracing yang direkrut Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara pada November 2020. Hingga saat ini, sudah ada puluhan warga yang terkonfirmasi positif covid-19 mereka datangi.
“Kami mulai bertugas 18 November kemarin. Respon warga ya, bermacam-macam. Ada yang menolak, ada yang menerima dengan baik,” ujar Kartika setelah melakukan tracing salah satu warga Desa Langon, Jumat, (8/1/2021)
Dia menjelaskan, ada dua metode tracing yang dilakukan. Yaitu tatap muka dengan mendatangi langsung rumah warga yang terkonfirmasi positif. Dan tracing melalui sambungan telepon. Metode yang kedua ini dilakukan untuk mengurangi kontak langsung dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
“Karena petunjuknya seperti itu, kami diminta untuk tidak terlalu banyak bertemu. Jadi lewat telepon. Kalau lewat telepon, nomor HP kami sering ditolak. Bahkan ada yang memblokirnya,” kata Kartika yang pernah bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit di Kabupaten Pati.
“Rasa khawatir ada. Lillahitaala, ini tidak hanya semata-mata kerja mendapat uang,” kata Kartika.
Saat melakukan tracing tatap muka selalu melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19 di tingkat desa. Selain melakukan penyemprotan disinfektan, Satgas Penanggulangan Covid-19 Desa juga memberikan edukasi kepada warga.
“Kalau ada warga yang menolak, benar-benar tidak mau diwawancarai, yang menengahi Satgas Covid-19 desa,” ujar Kartika, yang merupakan warga Desa Kecapi Kecamatan Tahunan. (JHI-FQ)