JEPARA – Sejauh ini, sebagian masyarakat masih memandang anak punk atau anak jalanan dengan pandangan stereotip. Namun, secara perlahan, pandangan tersebut mulai diurai anak punk dengan melakukan hal-hal positif.
Hari ini (16/11/2020), Satpol PP dan Damkar Kabupaten Jepara menjaring empat anak punk yang sedang beraktivitas di Perempatan Gotri, Kecamatan Kalinyamatan. Diketahui, perempatan itu memang kerap menjadi lokasi para anak punk beraktivitas. Seperti mengamen atau sekadar nongkrong.
Aparat menjaring mereka lantaran melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban (K3). Kabid Penegakan UU Tibum dan Tanmas pada Satpol PP dan Damkar Jepara, Anwar Sadat, bahkan mengultimatum mereka untuk meninggalkan Kabupaten Jepara dalam waktu 24 jam.
”Kalian boleh bebas apa saja di luar Jepara. Tapi di sini (Jepara, Red), kalian harus patuh dengan aturan yang ada,” tegas Sadat saat memberikan pembinaan kepada empat anak punk itu.
Ada yang menarik dalam penjaringan anak punk kali ini. Plangton (bukan nama asli, Red), salah satu anak punk asal Kecamatan Welahan, mengatakan komunitasnya sudah mulai berbenah. Meskipun tubuhnya nyaris penuh dengan tato, dia ingin sekali mengubah mindset sebagian orang yang memandangnya dengan sebelah mata.
Plangton merupakan salah satu anggota senior di komunitas anak punk Jepara. Komunitas itu menghimpun sebagian anak punk yang tersebar di seluruh Bumi Kartini. Dia mengaku baru kali ini terjaring razia aparat, dia sengaja tidak melarikan diri karena ingin menemani tiga kawannya yang dicekal aparat.
”Yang kami jalani ini berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM). Prinsipnya, semua orang bebas memilih jalannya sendiri. Yang penting tidak merugikan orang lain,” kata Plangton.
Plangton sadar betul tentang pandangan sebagian masyarakat kepada dirinya dan teman-temannya. Tapi, bersama dengan komunitasnya, dia memiliki visi yang sangat baik. Yaitu menebar kebaikan kepada siapapun.
Salah satu kebaikan yang mulai dirintis adalah bakti sosial (baksos). Sejak dilanda pandemi covid 19, Plangton dan komunitasnya mengambil momen itu untuk menyadarkan masyarakat bahwa tidak selamanya anak punk bertindak buruk.
Dengan beragam cara mendapatkan rupiah, Plangton dan kawan-kawannya menyisihkan sebagian uang hasil mengamen untuk membuat baksos. ”Dari hasil ngamen, uang recehan kami kumpulkan buat beli beras dan bahan-bahan makanan lainnya. Sistemnya kolektif,” ujar Plangton.
Setelah terkumpul, beras dan bahan makanan mereka bikin nasi bungkus. Kemudian, nasi bungkus itu mereka bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Seperti lansia, tukang bangunan, atau orang-orang yang bekerja di jalanan.
”Sudah enam kali kami adakan baksos. Kami berikan ke rumah-rumah, ke proyek-proyek bangunan. Tak ada yang menolak,” imbuh dia.
Selain membagikan nasi bungkus, mereka juga pernah membagikan masker bagi pengguna jalan. Masker yang dibagikan juga merupakan hasil kolektif atau iuran dari anggota. Plangton percaya bahwa niat baik itu akan diterima dengan baik juga oleh masyarakat.
”Di masa pandemi ini semua orang merasa sulit. Banyak buruh yang kena PHK. Tapi, buat kami, jangan ada orang yang lebih susah dari kami,” tegas Plangton.
Plangton menambahkan, untuk mengubah pandangan buruk orang lain kepada anak punk memang tidak mudah. Tapi, dia sangat yakin bahwa mereka akan diterima masyarakat dengan saling menghargai hak masing-masing.(JHI-FQ)